UpdateNusantara.id, Samarinda — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) sedang memperkuat upaya sertifikasi bagi insinyur yang bekerja di instansi pemerintah, khususnya di Dinas Pekerjaan Umum (PU).
Hal ini diharapkan dapat memastikan kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya.
Anggota Dewan Perwakilam Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyuarakan pentingnya sertifikasi insinyur demi standar kualitas yang lebih tinggi. Ia menyoroti bahwa biaya untuk mengikuti pendidikan dan uji kompetensi sertifikasi tidak murah, sehingga pemerintah daerah perlu menyiapkan anggaran khusus melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Biayanya cukup besar, karena selain mengikuti uji kompetensi, juga ada pendidikan yang harus dijalani sebelumnya,” ujar Sapto.
Ia menambahkan bahwa selain pemerintah, perusahaan konstruksi di daerah juga bertanggung jawab dalam mendukung sertifikasi tenaga insinyur.
Menurut Sapto, sertifikasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Undang-undang tersebut mengharuskan setiap insinyur yang bekerja di proyek pembangunan memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI), yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan diperbarui setiap lima tahun.
Selain itu, insinyur asing yang ingin bekerja di Indonesia juga diwajibkan memenuhi izin kerja yang sesuai dengan regulasi negara. Sapto menjelaskan bahwa selain STRI, insinyur harus memiliki Sertifikasi Insinyur Profesional (SIP). UU ini mewajibkan seluruh Sarjana Teknik yang ingin berpraktik harus mengantongi SIP.
“Bagi yang belum memiliki sertifikasi, ada sanksi berupa denda hingga ancaman pidana,” tegas Sapto.
Sertifikasi insinyur yang diwajibkan sejak tahun 2014 ini diharapkan dapat menciptakan profesionalitas yang lebih kuat di sektor teknik dan konstruksi. Untuk mencapai gelar insinyur, seseorang perlu menyelesaikan pendidikan sarjana teknik atau sarjana terapan teknik, diikuti dengan pendidikan profesi setahun penuh dengan 24 SKS.
Sapto juga menyoroti pentingnya pengembangan keprofesionalan berkelanjutan (PKB) bagi insinyur, dengan pembaruan sertifikat setiap lima tahun agar kompetensi tetap terjaga. Adapun kualifikasi insinyur terdiri dari tiga jenjang: pratama, madya, dan utama.
“Kita belum tahu pasti kualifikasi PPK atau PPTK yang memegang proyek di Dinas PU saat ini. Kalau sebagian besar masih di tingkat pratama, mereka perlu ditingkatkan melalui pelatihan lebih lanjut. Proyek-proyek besar semestinya ditangani oleh insinyur dengan kualifikasi utama,” ungkapnya.
Dorongan ini semakin kuat setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2019 yang mendukung implementasi UU Keinsinyuran, memperkuat landasan hukum dalam memastikan setiap proyek infrastruktur dikelola oleh insinyur yang kompeten. (MF/Adv/DPRDKaltim)