UpdateNusantara.id, Samarinda – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, mengusulkan agar penerapan Kurikulum Merdeka yang tengah diberlakukan di Indonesia dikaji ulang dan disesuaikan dengan keberagaman sosial dan budaya yang ada di setiap daerah.
Hal ini diusulkan bukan tanpa alasan, Indonesia yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk dengan ribuan budaya dan karakteristik sosial yang berbeda memerlukan pendekatan pendidikan yang lebih fleksibel dan kontekstual.
Dalam sebuah diskusi dengan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah, baru-baru ini, Sapto menegaskan bahwa penerapan kurikulum yang seragam di seluruh Indonesia tidak akan efektif, mengingat kondisi negara yang sangat kompleks ini.
“Keberagaman Indonesia harus menjadi perhatian utama. Tidak mungkin kurikulum yang diterapkan di satu daerah cocok di daerah lainnya,” ujar Sapto, menambahkan bahwa negara dengan keberagaman budaya yang begitu besar tidak bisa diperlakukan dengan pendekatan yang sama di seluruh wilayah.
Sapto juga memberikan perbandingan dengan negara-negara yang memiliki populasi homogen seperti Swiss, yang dinilai lebih mudah menerapkan sistem pendidikan seragam.
“Negara seperti Swiss mungkin bisa menerapkan kurikulum yang seragam karena penduduknya sedikit dan lebih homogen. Tapi di Indonesia, hal ini sangat sulit diterapkan,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia perlu mengakomodasi kondisi sosial dan budaya yang sangat berbeda antar daerah.
Lebih lanjut, Sapto mengusulkan agar Kurikulum Merdeka diberlakukan dengan lebih fleksibel, memberikan ruang bagi daerah untuk menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan lokal mereka. Ia juga menekankan pentingnya sistem pendidikan yang dapat menghargai dan memberi penghargaan atas kerja keras siswa.
“Siswa yang berusaha keras harus mendapatkan hasil yang sesuai dengan usahanya. Tidak perlu ada penyeragaman yang justru akan membatasi potensi mereka,” tambah Sapto.
Sapto berharap agar evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Kurikulum Merdeka dapat dilakukan untuk memastikan bahwa kurikulum ini benar-benar relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ia menyarankan agar kebijakan pendidikan ini disesuaikan dengan kekayaan budaya dan keberagaman sosial Indonesia, agar setiap daerah dapat mempertahankan identitasnya sekaligus tetap memenuhi tujuan utama pendidikan nasional.
Dengan pendekatan yang lebih tepat sasaran dan sensitif terhadap kondisi lokal, Sapto optimis pendidikan Indonesia dapat lebih menghargai keragaman dan membantu setiap anak bangsa berkembang sesuai dengan potensi dan konteks daerah mereka. (MF/Adv/DPRDKaltim)