AdvertorialDPRD KALTIM

Banjir Jadi Alarm, DPRD Kaltim Dorong Reformasi Tata Ruang dan Perizinan

×

Banjir Jadi Alarm, DPRD Kaltim Dorong Reformasi Tata Ruang dan Perizinan

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti. (Foto: Ist)
Example 468x60

UpdateNusantara.id, Samarinda – Hujan yang turun di Kalimantan Timur kini tak lagi hanya membawa air, tetapi juga kecemasan. Genangan demi genangan muncul di tempat-tempat yang dulunya aman.

Jalanan kota tak ubahnya aliran sungai, dan rumah-rumah warga seolah tak punya pertahanan terhadap limpahan air yang datang tiba-tiba.

Di tengah keluhan masyarakat dan seruan bantuan darurat, suara berbeda datang dari ruang legislatif. Damayanti, anggota Komisi IV DPRD Kaltim, tak ingin penyebabnya terus dikaburkan.

Bagi politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu, banjir hari ini bukan sekadar soal cuaca ekstrem—tetapi buah dari kebijakan yang abai terhadap keseimbangan lingkungan.

“Wilayah yang dulu berupa perbukitan sekarang jadi pemukiman. Resapan air berkurang drastis, dan itu berdampak langsung ke kondisi banjir hari ini,” tegas Damayanti, menyebut kawasan perumahan WIKA sebagai contoh nyata.

Ia menyebut bahwa banyak kawasan yang dulu menjadi daerah resapan kini berubah menjadi kompleks bangunan permanen tanpa perencanaan tata ruang yang matang. Dampaknya, titik-titik banjir baru terus bermunculan—bahkan di daerah yang sebelumnya bebas dari ancaman air.

Bagi Damayanti, ini adalah cermin dari lemahnya pengawasan terhadap alih fungsi lahan, dan lebih jauh lagi, dari proses perizinan pembangunan yang terlalu longgar.

Ia menilai ada urgensi mendesak untuk meninjau ulang semua izin yang diberikan, terutama yang berpotensi menggerus fungsi ekologis penting seperti kawasan resapan air dan jalur aliran sungai.

“Pertumbuhan itu penting, tapi jangan mengorbankan lingkungan. Harus ada keseimbangan. Jangan sampai kita bangun hari ini, tapi menyisakan masalah besar untuk besok,” katanya.

Menurutnya, pembangunan seharusnya tidak hanya diukur dari seberapa cepat gedung berdiri, melainkan juga dari seberapa tahan sebuah wilayah menghadapi krisis iklim.

Ia mendesak agar evaluasi dampak lingkungan tak menjadi formalitas administratif, tapi proses ketat dan transparan yang sungguh-sungguh mengedepankan keselamatan dan keberlanjutan.

Dalam pandangan Damayanti, peristiwa banjir ini seharusnya menjadi peringatan keras: bahwa pembangunan yang tidak berbasis pada daya dukung alam hanya akan meninggalkan jejak kehancuran.

“Setiap izin harus dipertanyakan: apakah ini akan menyerap air atau malah menolaknya? Kita tidak bisa lagi tutup mata. Alam sudah bicara,” pungkasnya. (HM/Adv/DPRDKaltim)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

22 − 15 =